KH. Abdul Kholiq Hasyim, Pengasuh Pesantren Tebuireng ke-5 yang
memimpin selama 13 tahun, sejak 1952-1965. Beliau cukup disegani
masyarakat, karena selain alim dalam fikih dan tasawuf, beliau juga
memiliki ilmu kanuragan yang cukup tinggi. Sehingga dengan ilmunya
itulah beliau maju dan bertempur melawan kolonial Belanda.
Ketika kecil namanya adalah Abdul Hafidz, kemudian berganti menjadi
Abdul Kholiq. Beliau adalah putra keenam dari pasangan Hadratus Syaikh
KH. M. Hasyim Asy'ari dengan Nyai Nafiqah yang lahir pada tahun 1916.
Sejak kecil kelebihan Gus Hafidz atau Gus Kholiq ini sudah mulai tampak.
Ketika ada tamu ayahnya yang datang dengan mobil misalnya, Gus Kholiq
menekan ringan bodi mobil tersebut dengan jarinya. Anehnya seketika itu
bagian yang dipencetnya penyok, padahal terbuat dari besi baja yang
keras. Suatu ketika, sang ayah pernah menghukumnya. Gus Kholiq diikat di
sebuah pohon sawo dan diberi kelangrang (semut merah ganas). Namun
semut-semut itu hanya lewat begitu saja dan tidak mau menggigit tubuh
Gus Hafidz. Hadratus Syaikh merasa ada kelebihan dengan anaknya yang
satu ini. Hingga akhirnya, selain dididik ilmu agama seperti saudaranya
yang lain, Gus Kholiq juga diajari ilmu-ilmu spiritual oleh sang ayah.
Ketika beranjak dewasa, Abdul Kholiq melanjutkan pendidikannya ke
Pondok Pesantren Sekar Putih, Nganjuk. Lalu dilanjutkan menuju Pesantren
Kasingan, Rembang (kota pesisir laut Utara). Di sana beliau belajar
kepada Kiai Kholil bin Harun yang terkenal sebagai pakar nahwu, bahkan
sampai dijuluki Imam Sibawaih zamanihi. Konon, ketika menjadi santri di
Rembang, Gus Kholiq pernah ditemui Nabi Khidir AS. Belum puas dengan
ilmu yang diperolehnya, beliau melanjutkan studinya ke Pesantren Kajen,
Juwono, Pati, Jawa Tengah.
Pada tahun 1936, dalam usia 20 tahun, Abdul Kholiq pergi ke tanah
suci untuk menunaikan ibadah haji. Di sana ia bermukim selama empat
tahun sambil memperdalam ilmu pengetahuan. Salah seorang gurunya
bernama Syekh Ali al-Maliki al-Murtadha.
Pada tahun 1939, Abdul Kholiq pulang ke tanah air. Setahun kemudian,
ia menikah dengan salah seorang keponakan Kiai Baidhawi yang bernama
Siti Azzah. Pada tahun 1942, Kiai Kholiq dikaruniai anak laki-laki
yang diberi nama Abdul Hakam.
Melawan Penjajah
Sejak kecil keluarga Hadratus Syaikhsudah dididik cinta tanah
air. Hingga tak heran ketika besar, keluarga Tebuireng betul-betul
memiliki jiwa nasionalisme yang sangat tinggi. Nyai Nafiqah sering
menceritakan kekejaman para penjajah terhadap bangsa Indonesia dan
kesewenang-wenangan mereka atas kaum muslimin serta tindakan-tindakan
keji mereka terhadap para kiai. Beliau senantiasa bercerita, “Dulu yang
musuhi ayah, mbah dan para kiai itu adalah Belanda. ”Maka dengan
perlahan jiwa membela tanah air telah tertancap kedalam jiwa Gus Kholiq.
Sejak itu terukirlah dalam hatinya rasa benci yang sangat mendalam
terhadap kolonial Belanda. Hal itu terbukti dengan pukulan yang ia
hadiahkan kepada seorang pegawai Pabrik Gula Cukir berkebangsaan Belanda
karena melakukan perbuatan yang tidak seharusnya.
Selama masa revolusi fisik, Kiai Kholiq aktif berjuang merebut dan
mempertahankan kemerdekaan RI. Tahun 1944, atau satu tahun sebelum
Proklamasi Kemerdekaan RI, Kiai Kholiq masuk dalam dinas ketentaraan
nasional dan masuk dalam anggota PETA. Kiai Kholiq merupakan orang dekat
Jenderal Sudirman bersama kakaknya, Kiai Wahid Hasyim.
Kiai Kholiq mengundurkan diri dari militer pada tahun 1952 dengan
pangkat terakhir Letnan Kolonel (Letkol), kemudian pergi ke Makkah guna
menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya.
Pada masa penjajahan, Kiai Kholiq pernah ditahan oleh tentara Belanda
tanpa alasan yang jelas. Beliau hendak dijatuhi hukuman mati. Keluarga
dan santri Tebuireng cemas dibuatnya. Pada detik-detik terakhir
menjelang eksekusi, Kiai Kholiq meminta waktu kepada algojo untuk salat
dua rakaat. Seusai salat, Kiai Kholiq mengangkat tangan berdoa kepada
Allah. Anehnya, setelah itu pihak Belanda menyatakan bahwa Kiai Kholiq
tidak jadi dihukum mati.
Ketika Presiden Soekarno menjatuhkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959,
Kiai Kholiq sebagai anggota Konstituante, menentang dengan keras. Dalam
pandangannya, jalan musyawarah dan diplomasi masih bisa dilanjutkan.
Kiai Kholiq mendapat teguran keras atas penentangannya itu, sehingga
partai yang didirikannya dibubarkan. Kiai Kholiq kemudian keluar dari
politik.
Mengasuh Tebuireng sejak awal kepemimpinannya, Kiai Kholiq banyak
melakukan pembenahan pada sistem pendidikan dan pengajaran kitab kuning,
yang pada tahun-tahun sebelumnya digantikan dengan sistem klasikal.
Langkah pertama yang diambilnya ialah meminta bantuan kakak iparnya,
Kiai Idris Kamali, untuk mengajar di Tebuireng. Kiai Idris diminta
untuk mengajarkan kembali kitab-kitab kuning guna mempertahankan sistem
salaf, serta melakukan revitalisasi sistem pengajaran.
Madrasah yang telah dirintis oleh para pendahulunya tetap
dipertahankan. Saat itu Madrasah Tebuireng terdiri dari tiga jenjang,
yakni Ibtidaiyah (SD), Tsanawiyah (SL TP), dan Mu'allimin. Kurikulumnya
70% ilmu agama dan 30% ilmu umum. Pada masa ini pula, Madrasah
Nidzamiyah yang dulunya didirikan oleh Kiai Wahid, berganti nama
menjadi Madrasah Salafiyah Syafi'iyah.
Selain terkenal memiliki karomah tinggi, Kiai Kholiq juga memiliki
kebiasaan mengoleksi kitab-kitab syair berbahasa Arab (semacam
antologi). Hal ini dapat dilihat dari kitab-kitab peninggalannya yang
masih tersimpan rapi di Perpustakaan Tebuireng.
Wafat
Bulan Juni 1965, atau tiga bulan sebelum meletusnya pemberontakan
G.30.S/PKI, Kiai Kholiq menderita sakit selama beberapa hari. Semua
keluarga dan santri Tebuireng cemas dibuatnya. Mereka semua mengharap
kesembuhan sang pengasuh. Namun untung tak dapat diraih, malang tak
dapat dihadang. Beberapa hari setelah itu, Kiai Kholiq menghembuskan
nafasnya yang terakhir. Inna liLlahi wa inna ilayhi raji'un. Tebuireng
pun berduka.
Sebagaimana keluarga lainnya, jenazah Kiai Kholiq dimakamkan di
komplek pemakaman keluarga Pesantren Tebuireng, sebelah barat masjid.
Ribuan peta'ziyah dari berbagai kalangan hadir mengantar ke
peristirahatan terakhir. Semoga Allah SWT memberikan tempat terbaik di
sisi-Nya dan segala yang beliau rintis bermanfaat bagi generasi
selanjutnya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar